ILUSI MENJADI OPEN MIND

ILUSI MENJADI OPEN MIND



Gw sebenarnya bisa saja setuju bahwa kita itu harus menjadi orang yang open-mind, tapi bisa juga Gw nggak setuju bahwa kita harus menjadi orang yang open-mind. Tergantung nanti definisi open-mind itu apa, dan konsepnya seperti apa.

Nah Gw pribadi coba buat-buat istilah sendiri yaa. Tapi nggak tahu sih kalau ternyata di luar sana ada definisi yang begini. Jadi gw buat klasifikasi open mind itu begini.

  • Ada open mind for understanding
  • Ada open mind for adopting
Dan open mind for adoption itu pun nanti terbagi lagi menjadi 2.
  • Open mind for adopting life values & philosophies.
  • Open mind for strategical & technical things.

Gw coba jelasin satu per satu yaa.

Open Mind for Understanding

Kalau open mind for understanding, yaa sesuai namanya, terbuka untuk memahami. Mau mendengarkan, mau menyimak dengan teliti dan fokus, terkait ide-ide yang diutarakan seseorang. Kalau misalnya dia bikin tulisan panjang, okey kita bersedia membaca. Kalau dia bikin video yang panjang, okey kita bersedia menyimak baik-baik. Sampai paham. Walaupun belum tentu setuju. Soal setuju atau nggak setuju, itu persoalan lain. Kalau nggak setuju juga nggak apa-apa. Tapi yang penting paham dulu. 


Misalnya ada orang yang bilang, ideologi yang bagus & layak diterapkan itu adalah sosialisme. Atau dia bilang Kapitalisme itu ideologi terbaik untuk saat ini. Atau ada yang bilang Khilafah itu sistem pemerintahan yang patut dicoba. Yaa okey, kita beri dia kesempatan untuk mempresentasikan idenya, opininya, gagasannya, di suatu forum/ruangan khusus tertentu. Kita simak baik-baik. Bahkan kalau ada yang kita nggak mengerti, kita bertanya, sampai paham. Jangan sampai nggak paham.


Bahkan meskipun kadang kita kayak ada malas-malesnya karena makan waktu biasanya yang jadi persoalan. Tapi ga papa. Kita tetep welcome untuk mau mendengarkan, terlepas setelah kita paham itu kita bisa setuju ataupun nggak setuju. Tapi yang penting paham dulu. Sehingga kalau setuju itu, ngerti alasannya kenapa setuju. Dan kalau nggak setuju juga ngerti alasannya kenapa nggak setuju. Bukan asal-asalan cuman pakai perasaan, atau ikut-ikutan, atau terpengaruh orang karena faktor kedekatan semata, dan lain-lain.


Apalagi kalau yang model-model Buzzer atau masa demo bayaran, kadang ada yang asal-asal menolak tapi ketika ditanya kenapa, dia nggak ngerti kenapa. Tapi yaa sudahlah itu di luar pembahasan.


Nah balik lagi, terkait open mind yang for understanding ini, boleh. Nggak masalah. Bahkan memang harus.


Jadi kalau yang open mind for understanding ini, gw setuju. Kita memang harus open mind, dalam konteks untuk memahami, dan mau mendengarkan ini.

Open Mind for Adopting

Kemudian jenis open mind yang berikutnya, yaitu open mind for adopting.


Nah open mind for adopting ini yang kadang bisa menjadi ilusi. Dan mustahil.


Gw memaknai, open mind for adopting ini, bukan sekadar terbuka untuk memahami, bukan sekadar terbuka untuk mendengarkan; tapi juga terbuka untuk setuju, terbuka untuk mengadopsi ide-ide, dan gagasan orang lain. Terbuka untuk mengambil pendapat-pendapat orang lain, diyakini, hingga diimplementasikan.


Kenapa ini bisa menjadi iluasi, karena realitanya, yaa nggak semua pendapat itu bisa diambil. Kadang ada pendapat yang kontradiktif, dan hanya bisa diambil salah satunya saja.


Contohnya. Terkait kadang ada video hiburan, yang di situ ada adegan membuang makanan. Nah ini biasanya akan terjadi pro-kontra. Ada yang mengatakan, nggak apa-apa buang makanan, karena yang penting dari situ kita terhibur, kemudian dengan kita terhibur mood kita jadi membaik, dan ketika mood kita membaik maka kita jadi produktif, dan dengan produktif toh kita bisa menghasilkan profit lebih, termasuk bisa membuat makanan yang lebih banyak.


Tapi ada juga pendapat yang mengatakan, yaa tetep aja gak boleh buang-buang makanan, meskipun hanya konten. 


Nah ini kan berarti hanya bisa diterapkan satu saja. Mau yang mana. Nggak bisa juga kita open mind, yaa kita adopsi dua-duanya. Yaa jadi bingung. Gimana caranya mengadopsi dua hal yang bertentangan. Ibarat ada benda yang bergerak sekaligus benda yang tidak bergerak. Itu maksudnya gimana, kebayang aja nggak. Benda yang bergerak sekaligus nggak bergerak.


Contoh hal lain yang kontradiktif, pro judi online dan kontra judi online. Meskipun banyak khalayak yang mengkritisi judi online, karena jelas itu dilarang oleh agama, bahkan negara-negara; tetep aja ada yang bela-belain. Nah itu susah kan kalau kita disuruh open mind, "Judi itu tetep ada loh peluang untuk menangnya. Bisa aja kita exit sebelum kalah." Banyak lah alasannya. "Kalau kita nggak all-in-in dana kita, yaa gak apa-apa mah coba-coba sedikit aja. Open mind dong untuk membuka peluang legalitas judi online!" Yaa nggak bisa open mind for adopting pada 2 hal yang kontradiktif.


Apalagi pro-kontra soal kasus open BO. Yaa nggak bisa juga saling open mind for adopting pada 2 hal yang memang kontradiktif.


Nah maka untuk open mind for adopting, itu sulit dipraktekkan. Bahkan bisa mustahil. Terutama untuk hal-hal yang sifatnya life value, filosofis, kemudian nanti menghasilkan hukum. Standar perbuatan. Apa yang wajib, apa yang dilarang. Apa yang boleh, apa yang tidak boleh. 


Didiskusikan mungkin kadang masih bisa, tapi ujung-ujungnya pada dasarnya yang diterapkan dan dilegalisasi itu yaa hanya salah satunya saja. Setidaknya untuk hal-hal yang memang tidak bisa dikompromikan, baik pada case umum maupun case khusus.


Nah di sisi lain, kadang ada open mind for adopting yang bisa juga diterapkan. Yaitu untuk hal-hal yang sifatnya strategic dan teknis. Bukan yang live values dan filosofis.


Kalau strategi, apalagi teknis, yaa seringnya kita nggak masalah mau mempraktekkan dari mana saja. Karena seringnya strategi dan teknis itu bebas nilai. Tidak lahir secara langsung dari agama atau ideologi tertentu.

Yang namanya menulis dengan pulpen, yaa orang dari kelompok manapun, sama aja kan. Yang namanya teknik ngetik di 10 jari jari atau 6 jari yaa bebas saja kan sebetulnya. Paling yang jadi pertimbangan yang mana yang efektif dan efisien.


Jadi seringnya yaa -walaupun nggak selalu- untuk hal-hal yang strategik dan teknis itu bisa-bisa aja & boleh-boleh aja kita open mind untuk mengadopsinya. Selama halal, yaa gas aja. Dan mungkin ini termasuk growth mindset yaa. 


Kalau opend mind for adopting yang seperti ini, seringnya Gw akan setuju dan mendukung. Biar istilahnya tetep relevan kan. Karena teknologi terus berkembang, sehingga strategi dan teknik yang jadul bisa jadi nggak relevan. Misalnya kalau konteks bisnis, di sekitar belasan tahun terakhir kan ada tuh yang namanya funnelling, sekarang orang jualan via live streaming, ada social-commerce, nah itu bisa jadi terobosan-terobosan penting untuk mencapai goal kita.


Kalau ktia menutup diri dari terobosan itu, nggak mau upgrade skill, nggak mau update skill, berhenti belajar, yaa jangan kaget kalau kita jadi ketinggalan, susah karier-nya, stagnan, mandet, termasuk income menurun; yaa bisa jadi karena kita tidak open mind for adopting new strategy and new technique.


Nah jadi sampai sini cukup clear yaa? Kesimpulannya:

  • Open mind for understanding itu boleh, bahkan harus.
  • Tapi kalau open mind for adopting itu yang nggak bisa sembarangan. Harus ada filter.
  • Untuk open mind for adopting hal-hal yang berupa life values & filosofis, itu harus hati-hati. Seringnya sih yaa nggak bisa mengadopsi semuanya. Mustahil. Apalagi kalau konteksnya sebagai muslim, itu kan banyak isme-isme yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kayak sekulerisme, pluralisme, feminisme, dan lain-lain.
  • Kemudian untuk open mind for adopting hal-hal yang strategik dan teknis, itu selama halal, nggak dosa; yaa nggak apa-apa bisa kita adopsi sesuai kebutuhan dan sesuai keperluan.
Atau kalau di Islam itu ada konsep soal sains dan tsaqafah, kemudian hadharah dan madaniyah. Kalau konteksnya sebagai Muslim, kalau bisa pakai 'framework' itu. Itu lumayan akan memudahkan banget sih untuk memfilter apa saja yang boleh & tidak boleh kita adopsi.

Walaupun di sisi lain, kalau menurut Gw yaa, nggak ada urgensinya juga sih menggunakan istilah open mind, opend minded, open ai, open ipin, eh bukan itu mah lain yaa. Yaa pakai kata-kata yang sudah ada selama ini aja udah cukup kok. Misalnya empati, simpati, mau bermusyawarah, growth mindset, konsultatif, partisipatif, dan lain-lain. Biar kita itu nggak cenderung menjadi objek aja sih. Biar nggak 'menari' dalam permainan yang mereka mainkan. Biar kita berusaha menjadi subjek.


Okey itu aja untuk video kali ini. Sorry-sorry kalau Gw ada salah-salah kata. InsyaAllah kita ketemu lagi di video berikutnya.





Posting Komentar

0 Komentar