Belum Mau Beramal Sholeh Karena Belum Dapat Hidayah? Ah, Masak! Ini Buktinya Kita Sudah Punya Hidayah!

Banyak tuh orang yang katanya dia belum bisa beramal sholeh karena alasannya dia belum dapat hidayah. Sehingga, dia itu:

  • Tidak menunaikan sholat fardhu
  • Tidak pakai kerudung dan gamis untuk menutup aurat
  • Tidak mau ikut pengajian Islam
  • Tidak mau berdakwah
  • Tidak mau meninggalkan riba
  • Dan sebagainya..

Pernahkah Anda menjumpai orang seperti itu? Atau, mohon maaf, mungkin Anda termasuk yang seperti itu? Sering menggunakan alasan “belum dapat hidayah”, “belum dapat hidayah”, dan “belum dapat hidayah”; sehingga akhirnya merasa tidak mampu melakukan amal sholeh?

Ada pula yang senang bermaksiat, namun dia tidak merasa bersalah. Dia menganggap bahwa kebejatannya itu merupakan kehendak Allah. Parah itu, dia seolah menyalahkan Allah. Ckckck, masyaAllah…

Sejatinya, alasan tersebut salah. Iya, itu hanya ‘alasan’ (excuse), bukan sebab. Padahal, sejatinya, kita semua sudah punya hidayah.

Emangnya, sebenarnya hidayah itu apaan sih?

Hidâyah berasal dari kata hadâ–yahdî–hud[an] wa hady[an] wa hidy[an] wa hidâyat[an]. Hudâ dan hidâyah secara bahasa artinya ar-rasyâd (bimbingan/tuntunan) wa ad-dalâlah (petunjuk).

Misalnya ada perkataan, “Hadaytuhu ath-tharîqa wa al-bayta hidâyat[an]”, yang artinya “arraftuhu” (aku memberitahunya).

Manurut al-Azhari di dalam Tahdzîb al-Lughah menukil Abu al-‘Abbas dari Ibn al-A’rabi dan menurut Ahmad bin Muhammad al-Fayumi di dalam Mishbâh Al-Munîr, hidâyah juga berarti al-bayân (penjelasan).

Jadi, definisi hidâyah secara bahasa adalah bimbingan, penerangan, penjelasan, dan petunjuk.

Al-Hudâ atau al-hidâyah itu merupakan lawan kata dari adh-dhalâl (kesesatan). Biasanya sih, adh-dhalâl adalah penyimpangan dari jalan yang bisa mengantarkan pada tujuan yang diinginkan, atau penyimpangan dari jalan yang seharusnya. Karena itu, al-hudâ atau al-hidâyah secara ‘urf bisa diartikan sebagai jalan yang bisa mengantarkan pada tujuan yang diinginkan, atau jalan yang seharusnya.

Secara syar’i jalan yang dimaksud adalah jalan yang benar (tharîq al-haqq) dan jalan yang lurus (tharîq al-mustaqim), yaitu Islam dan keimanan terhadapnya.

Dengan demikian, definisi secara syar’i dari kata hidayah adalah mendapat petunjuk atau terbimbing pada Islam dan beriman terhadapnya. Begitu…

Hidayah itu Ada 3 Jenisnya

Nah, adapun hidayah, itu ada 3 jenisnya. Silahkan simaklah 3 hal berikut, agar kita jadi sadar bahwa ternyata kita sudah punya hidayah, insyaAllah.

1. Hidayah Khulqi

Hal ini pernah kita bahas pada artikel Hakikat Manusia Menurut Islam.

Pada poin kelima di artikel tersebut telah kita bahas, bahwa normalnya setiap manusia memiliki akal. Itulah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Memang manusia dan hewan sama-sama memiliki kebutuhan hajat dan naluri, namun hewan tidak memiliki akal, hanya manusia yang memiliki akal.

Lihatlah kucing, ia asal terkam ikan yang ada di hadapannya. Tak peduli itu punya siapa. Ia pun asal terkam betina yang ada di hadapannya. Tak peduli apakah betina itu adalah induknya, saudara sekandungnya, atau kucing asing.

Lain halnya manusia, ia memiliki akal yang bisa mempertimbangkan pilihan. Tatkala muncul tuntutan kebutuhan hajat berupa lapar, maka ia bisa berfikir; dia akan makan apa, dan bagaimana cara mendapatkan makanannya. Apakah makan daging babi yang haram, atau daging ayam yang halal. Apakah akan memakan ayam dengan cara membeli, atau mencuri. Apakah usaha dapetin duitnya dengan cara yang halal, atau yang haram.

  • Kalau menurut informasi di otaknya bahwa babi itu bagus dimakan, maka ia akan memakannya. Kalau menurutnya babi itu haram dimakan, maka ia takkan memakannya.
  • Kalau menurut informasi di otaknya praktek pembungaan hutang itu bermanfaat, maka ia akan melakukannya. Kalau menurutnya praktek pembungaan hutang itu haram, maka ia takkan melakukannya.

Contoh lainnya, ketika Anda yang laki-laki suka dengan seorang perempuan. Anda bisa memilih, ingin memenuhi tuntuan naluri tersebut dengan cara bagaimana? Apakah dengan cara menikahinya? Atau pacaran dulu? Atau langsung ditidurin aja? Atau bagaimana?

Mungkin mau tiru caranya kucing yang tanpa akal, yakni asal terkam? Pacaran, kemudian ntah kenapa itu perempuan udah jadi boleh dipegang tangannya, boleh dicium, boleh dipeluk, bahkan boleh “ditidurin” tuh perempuan.

Berbagai macam pilihan untuk memenuhi kebutuhan hajat dan naluri tersebut sangat bergantung dari informasi yang berada di otak seseorang. Di sinilah fungsinya akal untuk mengindera fakta, kemudian mengkaitkan informasi terdahulu terhadap fakta yang barusan diindera, untuk memberikan penilaian.

Begitulah, intinya setiap kita pastinya punya petunjuk (hidayah) berupa akal, yang bisa kita gunakan sebagai alat untuk menilai fakta.

وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad: 10)

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

“…dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” (QS. Asy-Syams: 7-8)

2. Hidayah Irsyad wal Bayan

Hidayah jenis kedua, adalah hidayah irsyad wal bayan. Artinya, petunjuk/bimbingan dan penjelasan; yaitu berupa penjelasan, petunjuk dan bimbingan yang diberikan Allah dengan risalah yang dibawa oleh Rasul. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang keimanan dan kekufuran, kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk akan jalan hidup yang diridhai Allah dan yang tidak, serta akibat dari masing-masingnya baik di dunia maupun di Akhirat.

Tidak lain dan tidak bukan, ialah Al-Qur’an. Iya, Al-Qur’an itu merupakan petunjuk bagi kita.

Makanya akal saja tidak cukup. Di sinilah perlunya kita memasukkan informasi yang berada di Al-Qur’an ke otak kita. Sehingga jadinya Al-Qur’an-lah yang menilai fakta, jangan hawa nafsu yang menilai fakta.

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa..” (QS. Al-Baqarah: 2)

وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِن جَعَلْنَاهُ نُورًا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura: 52)

وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ ۗ إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرٌ ۖ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ

“Orang-orang yang kafir berkata: ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?’ Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (QS. Ar-Ra’d: 7)

Dengan demikian, jelaslah bahwa kita semua sudah punya hidayah berupa Al-Qur’an tersebut. Jadi setelah tahu ini tolong jangan lagi mengatakan belum dapat hidayah, hehehe! Wong di Rumah kita semua sudah ada Al-Qur’an kan? Pun di internet juga banyak; ada website quran.com, ada aplikasi smartphone, dan lain-lain.

3. Hidayah Taufiq

Ketika seseorang berusaha mencari dan menjemput hidayah, Allah bisa memberinya taufiq sehingga ia mendapat hidayah.

Misalnya:

  • Suatu waktu Anda bertemu dengan orang yang mengajak Anda untuk ikut pengajian. Nah, itu bisa jadi termasuk kemudahan yang diberikan Allah ke Anda untuk mendapat hidayah.
  • Saat Anda buka-buka Instagram, tiba-tiba Anda melihat ada video ceramah. Itu juga bisa jadi termasuk kemudahan yang diberikan Allah ke Anda.

Kalau sudah seperti itu, ikutilah. Terlebih lagi bila sebelumnya Anda ada meminta hidayah dari Allah.

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ

Orang-orang yang mencari petunjuk, Allah menambah mereka petunjuk dan memberi mereka (balasan) ketakwaannya (QS. Muhammad: 17)

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (QS. al-‘Ankabut: 69)

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُم بِإِيمَانِهِمْ ۖ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan. (QS. Yunus: 9)

Maka, kalau semakin datang kemudahan-kemudahan berbuat amal sholeh seperti itu, segera samperinlah! Jangan menolak! Kalau kemudahan-kemudahan tersebut diabaikan, bisa-bisa kita malah jadi semakin tersesat dan terus tersesat jauh dari hidayah. Apalagi kalau bukan sekadar menolak, tapi juga menentang. Wah, makin parah itu nanti…

إِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَهْدِيهِمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al Quran), Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An-Nahl: 104)

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِن كَانَ مِنْ عِندِ اللَّهِ وَكَفَرْتُم بِهِ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ مِثْلِهِ فَآمَنَ وَاسْتَكْبَرْتُمْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al-Quran itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang tersebut dalam) Al Quran lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Ahqaf: 10)

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. At-Taubah: 80)

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. (QS. An-Nahl: 107)

ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ

Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Al-Ghafir: 28)

Jadi, setelah kita telaah, ternyata ada 8 sifat yang bertentangan dengan mudahnya kedatangan hidayah, yakni:

  1. Kafir (ingkar)
  2. Dzalim (aniaya)
  3. Fasiq
  4. Takabbur (sombong)
  5. Dholal (sesat)
  6. Hubbud dunya (cinta dunia)
  7. Musrif (berlebihan)
  8. Kadzib (pendusta)

Nah, oleh karena itu, jangan malah terbalik. Terkadang ada orang yang suka terbalik, dia malah suka berbuat jahat, kemudian ngeles dia berbuat jahat karena belum dapat hidayah. Padahal, yang benar itu, dia harus berusaha mendekatkan dirinya pada kebaikan. Termasuk meninggalkan kejahatan. Supaya, dia bisa semakin mendekat dengan hidayah.

Wallahua’lam bishshawab…

The post Belum Mau Beramal Sholeh Karena Belum Dapat Hidayah? Ah, Masak! Ini Buktinya Kita Sudah Punya Hidayah! appeared first on TeknikHidup.com.



from WordPress http://ift.tt/2hAvCMP
via IFTTT




Posting Komentar

0 Komentar