8 Bukti Bahwa Sebenarnya Problem Utama Ekonomi Bukanlah Kelangkaan, Melainkan Sistem Distribusi

Bagi kita generasi teranyar ini, saat belajar tentang Ekonomi di Sekolah maupun di Kampus, kita diajarkan bahwa problem dasar dari ekonomi itu adalah kelangkaan (scarcity). Karena, katanya, pada dasarnya kebutuhan manusia itu tidak terbatas, sedangkan sarana pemenuhannya terbatas.

Sehingga; katanya solusinya adalah produksi, produksi, dan produksi. Pokoknya terus genjotkan produksi.

Padahal, itu adalah pandangan yang amat subjektif. Itu bukan ilmu, itu adalah tsaqafah menurut ideologi Kapitalisme. Hal tersebut jelas bertentangan Islam. Dan, bertentangan pula dengan fakta.

Sejatinya, problem utama dari ekonomi adalah sistem distribusi, bukan kelangkaan. Berikut ini penjelasannya.

1. Fakta kerap sebagian besar bahan sembako dinikmati segelintir orang

Setiap orang itu pasti butuh makan kan? Terutama, orang Indonesia, itu pasti butuh beras.

Nah, misalnya sekarang pembaca blog ini ada 50 orang. Kebetulan Anda sekalian lagi lapar. Anggaplah tiap-tiap Anda butuh 2 kilogram beras. Berarti, Anda semua butuh 100 kilogram beras.

Sayangnya, sekarang berasnya belum ada. Berarti, masalah nih.

Terus, solusinya gimana?

Yasudah, kita tinggal produksi 100 kilogram beras aja, maka selesailah masalahnya. Apalagi kalau kita bisa produksi 200 kilogram, lebih bagus lagi. Apalagi kalau bisa produksi 500 kilogram? Lebih lebih bagus lagi.

Bener kan? Iya bener, menurut orang Kapitalis.

Kalau menurut Islam, justru sebaliknya. Tatkala ada 50 orang yang totalnya membutuh 100 kilogram, sedangkan kita sudah ada 100 kilogram, justru disinilah problem-nya muncul.

Kenapa begitu? Karena, normalnya, masing-masing orang akan mendapatkan 2 kilogram kan? Namun kerap terjadi, faktanya tidak begitu. Tak jarang, yang terjadi itu, ketika berasnya sudah mulai dibagi-bagikan, terjadi seperti ini:

  • Orang pertama dapat 2 kilogram
  • Orang kedua dapat 2 kilogram
  • Orang ketiga dapat 2 kilogram
  • Orang keempat dapat 1 kilogram
  • Orang kelima dapat 3 kilogram
  • Orang keenam dapat 0,5 kilogram
  • Orang ketujuh dapat 10 kilogram
  • Orang kedelapan dapat 20 kilogram
  • Orang kesembilan 0,5 kilogram
  • Orang kesepuluh 59 kilogram
  • Orang kesebelas dan seterusnya, nggak dapet

Mungkinkah bisa terjadi seperti itu? Sangat mungkin terjadi. Dan memang faktanya sekarang, yang seperti itu sering banget terjadi.

Masalah seperti itu namanya bukan masalah produksi. Yakni, masalah interaksi manusia terkait barang dan jasa di tengah-tengah mereka.

Bukan persoalan ada atau nggak barang dan jasanya, melainkan persoalan hubungan manusia dengan manusia lain, terkait rebutan barang dan jasa. Seperti halnya di atas tadi itu, kok bisa ada yang nggak dapet beras, tapi malah ada yang dapet 59 kilogram sendiri?

2. Fakta hasil panen petani, akan lebih sibuk didistribusikan

Faktanya, manusia itu memproduksi barang dan jasa, nanti bukan untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri.

Coba perhatikan petani yang setiap hari bekerja keras menanam padi di lahannya yang luasnya 1 hektar. Apakah semua hasil panennya dia makan sendiri nanti? Tentu tidak. Palingan yang dimakannya hanya sedikit dari itu.

Sejatinya, orang-orang itu, memproduksi banyak barang dan jasa, kemudiannya nanti bukan untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri. Melainkan, untuk kepentingan maupun kebutuhan manusia lain.

Dengan kata lain, produksi itu hanya sebagian kecil dari aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi yang paling besar dan intens adalah, transaksi barang dan jasa di tengah-tengah manusia. Ntah itu jual-beli, barter, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, hutang-piutang, memberi, meminta, dan lain sebagainya.

Kalau ada yang bilang aktivitas ekonomi yang paling besar dan intens itu adalah persoalan produksi, salah besar dia itu.

3. Fakta hasil produksi konveksi, akan lebih sibuk didistribusikan

Faktanya, manusia itu memproduksi barang dan jasa, nanti bukan untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri.

Coba perhatikan pengusaha konveksi, setiap hari dia dan timnya menjahit baju, sampai selesai jadi ribuan baju. Apakah semua bajunya itu mau dipakainya sendiri oleh sang majikan tuh? Mana mungkin, hehehe!

Sejatinya, orang-orang itu, memproduksi banyak barang dan jasa, kemudiannya nanti bukan untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri. Melainkan, untuk kepentingan maupun kebutuhan manusia lain.

Dengan kata lain, produksi itu hanya sebagian kecil dari aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi yang paling besar dan intens adalah, transaksi barang dan jasa di tengah-tengah manusia. Ntah itu jual-beli, barter, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, hutang-piutang, memberi, meminta, dan lain sebagainya.

Kalau ada yang bilang aktivitas ekonomi yang paling besar dan intens itu adalah persoalan produksi, salah besar dia itu.

4. Fakta kendaraan, akan lebih sibuk didistribusikan

Faktanya, manusia itu memproduksi barang dan jasa, nanti bukan untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri.

Coba perhatikan pengusaha rental mobil. Dia punya 20 mobil. Apakah 20 mobilnya itu mau dipakainya semua gitu? Mana mungkin juga!

Malahan, beberapa tahun yang lalu, di Brunei itu jumlah penduduknya sekitar 350.000. Sedangkan jumlah mobilnya, 1.200.000. Amazing!

Sejatinya, orang-orang itu, memproduksi banyak barang dan jasa, kemudiannya nanti bukan untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri. Melainkan, untuk kepentingan maupun kebutuhan manusia lain.

Dengan kata lain, produksi itu hanya sebagian kecil dari aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi yang paling besar dan intens adalah, transaksi barang dan jasa di tengah-tengah manusia. Ntah itu jual-beli, barter, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, hutang-piutang, memberi, meminta, dan lain sebagainya.

Kalau ada yang bilang aktivitas ekonomi yang paling besar dan intens itu adalah persoalan produksi, salah besar dia itu.

Contoh lain… Seandainya Indonesia mau buat mobil yang 100% asli made in Indonesia tulen, bisa-bisa aja sebetulnya. Tapi kenapa sampai detik ini kita masih belum punya mobil yang asli buatan Indonesia? Bukan karena nggak ada yang bisa buat, tapi, karena ada pihak yang nggak rela. Pokoknya mereka nggak rela kalau sampai Indonesia bikin mobilnya sendiri.

Misalnya orang Indonesia pakai tambang dari negerinya sendiri, tenaganya dari negeri sendiri, terus dijual ke negeri sendiri, maka nggak lama kemudian dagangan Jepang tutup, dagangan Amerika tutup, pokoknya tutup semua tuh dagangan mobil lainnya.

Bener itu, nggak main-main. Disikat habis semua.

Udah nanti bagus-bagus ada yang bikin, harganya 100 juta, tiba-tiba yang lain juga bikin persis begitu, tapi harganya 60 juta. Sehingga mobil dalam yang 100 juta bangkrut, barulah yang harga 60 juta dinaikin harganya jadi 100 juta. Gile kan? Sekali lagi; berarti ini bukan masalah produksi. Ini masalah distribusi.

5. Fakta sumber daya alam masih banyak, yang sering jadi sengketa itu sistem distribusinya

Indonesia itu, tidak termasuk negara miskin sumber daya alam. Setidaknya lumayan ada. Tapi kenapa rakyatnya pada kere? Ini bukan persoalan apakah gunung-gunung yang ‘dikuasai’ freeport itu bisa dimanfaatkan atau nggak. Bukan pula persoalan orang di Indonesia goblok-goblok dan bloon-bloon semua nggak ada yang bisa mengelola SDA.

Kalau soal produksi doang, panggil aja tuh banyak lulusan ITB, lulusan UGM banyak juga, lulusan ITS banyak juga; pokoknya banyaklah insinyur pinter-pinter di Indonesia ini yang bisa mengurusi soal produksi.

Sekali lagi, berarti ini bukan masalah produksi. Ini masalah distribusi kekayaan alam di Indonesia.

Masalah produksi sudah hampir berbanding lurus dengan kemajuan teknologi, sehingga hampir dapat dikatakan bukan masalah utama ekonomi lagi.

Misalnya, kemarin pada ribut-ribut masalah ekspor tambang. Ada dikeluarkan undang-undang, tidak boleh mengekspor tambang dalam bentuk mentah. Nggak boleh, maka harus dibangun smelter di Indonesia ya kan.. Jadi harus diolah dulu, baru diekspor. Hmm, bisakah seperti itu? Nggak mungkin. Nanti malah pada marah Freeport, New moon, dkk.

Lantaran, kalau sampai harus bangun smelter di Indonesia, maka terancamlah sekitar 30.000 pekerja smelter di Amerika yang akan di-PHK. Bisa-bisa mati semua kalau pada nganggur. Karena memang (anehnya) hampir semua tambang di Indonesia itu diolah di Amerika. Dan pekerjanya pun orang Amerika. Ingat, 30.000 loh, dari Freeport saja..

Makanya, ada yang bilang; hanyalah mimpi, kalau ngomong jangan sampai mengekspor barang mentah. Nggak akan pernah terjadi.

Nyatanya terus-terusan tambang kita kan mentah-mentah itu pada diekspor terus. Misalnya, minyak kita ya. Minyak mentah itu disedot dulu, terus dibawa ke Singapura, lalu diolah menjadi minyak yang bagus, kemudian malah diimpor lagi, tapi udah dengan harga internasional. Disuruhlah orang-orang Indonesia beli minyak itu. -_-

Padahal itu minyak kita sendiri, masak kalau kita mau itu, kita harus beli dengan harga internasional? -_-

Udah gitu katanya itu harus disubsidi lagi… -_-

Yaah begitulah…

6. Fakta harta warisan ada banyak, namun distribusinya kerap jadi sengketa

Contohnya, persoalan waris nih.

Misal, Anda meninggal dunia. Anda meninggalkan warisan senilai 100 juta. Sementara anak Anda ada 50, misalnya, hehehe! Terus Anda pernah nulis surat wasiat ternyata. Disitu tertulis, “Tolong warisan buat anak-anak saya, dibagikan oleh si Dani yaa.. Tolong dibagikan seadil-adilnya..” udah gitu aja.

Yasudah, saya kumpulkanlah anak-anak Anda. Terus saya tanya ke mereka, gimana nih cara membagi uang 100 juta ini dengan seadil-adilnya? Mungkin dimusyawarahkan dulu?

Kemudian ada salah seorang yang menjawab, “Udahlah Pak, nggak usah capek-capek. Dibagi rata aja Pak. 100 juta buat 50 orang, berarti masing-masing dapat 2 juta. Selesai kan Pak?”

Oh begitu… okey, yang lain gimana, setuju begitu? Masing-masing dapet 2 juta? Kalau setuju saya ketuk nih palunya.

Kemudian ada salah seorang lain yang angkata tangan, “Pak.. mohon maaf Pak.. Saya ini mahasiswa Pak… 2 juta mah kurang Pak.. 2 juta mah buat apa untuk mahasiswa kayak saya.. Lihat tuh Pak, yang masih kanak-kanak masak dikasih 2 juta juga, kelelep mah nanti dia itu. Mending gini aja Pak, dapat banyak-sedikitnya disesuaikan dengan umur aja Pak. Yang makin muda dapet sedikit aja, yang makin tua dapat banyak. Gitu Pak. Kalau bisa yang kecil-kecil itu kasih permen sama mainan ajalah, begitu saja maka mereka sudah diam..”

Oh begitu… okey, yang lain gimana, setuju begitu? Kita bagi aja sesuai umurnya?

Kemudian yang kecil-kecil pun protes, “Walah nggak adil itu Pak! Terbalik! Harusnya yang kecil-kecil dapat banyak, yang udah tua-tua itu dikasih sedikit aja. Mereka itu kan udah lama banyak makan harta Ayah kami, udah kenyang banget. Kami yang kecil-kecil ini baru aja lahir, jadi belum banyak menikmati harta Ayah kami. Jadi yang adil itu, buat yang kecil dikasih banyak, buat yang tua dikit aja, kalau bisa nggak usah dikasih aja.”

Oh begitu… okey, yang lain gimana, setuju begitu? Kita balik yang kecil dapat banyak yang tua dapat dikit?

Kemudian ada lagi yang protes, “Wah itu nggak adil. Yang adil itu, besar-kecilnya jatah disesuaikan dengan jarak Rumah Pak. Yang deket, dapat banyak. Yang jauh, dapet sedikit aja. Karena yang jauh-jauh itu pada kurang ajar. Jarang dateng ke Rumah ayah. Datangnya pas kalau mau bagi warisan aja.”

Oh begitu… okey, yang lain gimana, setuju begitu?

Kemudian yang Rumahnya jauh protes, “Jangan Pak, terbalik itu.. Justru yang jauh dikasih banyak, yang deket dikasih sedikit. Wong yang deket udah makan harta Ayah banyak, yang jauh mah jarang-jarang hampir nggak pernah menikmati harta Ayah kami.”

Oh begitu… okey, yang lain gimana, setuju begitu?

Kemudian ada pula lagi yang protes, “Gini aja, disesuaikan dengan jenis kelamin aja. Yang laki-laki dapat banyak, yang perempuan dapat sedikit.”

Oh begitu… okey, yang lain gimana, setuju begitu?

Kemudian yang perempuan malah pada protes, “Pak.. kami para wanita ini makhluk yang lemah Pak.. harusnya yang lemah dapat lebih banyak…”

Walah, kok jadi ribet begini.. Sebenarnya yang adil gimana nih? Yasudah, gini aja, yang adil itu, 100 juta ini buat diri saya sendiri aja yah. Wassalam! #Kabur

Hehehe! Sering kan ada fakta yang mirip seperti itu? Sering!

Mau sampai hari kiamat kita bahas “adil” itu apa dan bagaimana nggak akan selesai-selesai kalau cuman pakai akal manusia. Lantaran, serba relatif. Makanya, perlulah Allah Swt “turun tangan” untuk menyelesaikan persoalan adil ini. Kalau nggak, akan terus ada penindasan terhadap manusia lain.

Makanya, persoalan utama Ekonomi Islam itu yah persoalan ini. Persoalan keadilan. Yang diatur itu adalah, persoalan interaksi manusia dengan manusia lain, dalam urusan barang dan jasa.

Makanya di kitab-kitab fiqih; ada bab jual-beli, syirkah, ijarah, ghanimah, ihtikar, salaf, samsarah, tanah, hutang-piutang, waris, jizyah, dharibah; ada pula pembahasan khiyar, akad, khitab wadh’i, dan lain-lain.

7. Wahyu Islam; tentang sarana pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia itu senantiasa tersedia, serta tentang teknis produksi itu silahkan gunakan akal manusia

هُوَ الَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى الْأَرْضِ جَمِيعًا

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di Bumi untuk kamu semuanya..

[QS. Al-Baqarah (2): 29]
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْأَرْضِ جَمِيعًا مِّنْهُ

Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. ..

[QS. Al-Jaatsiyah (45): 13]
وَأَنزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنٰفِعُ لِلنَّاسِ

…Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia..

[QS. Al-Hadiid (57): 25]
antum a’lamu bi amri dunyakum…


kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu…

[HR. Muslim]

Biar paham bener apa maksud sabda Rasulullah itu gimana, yuk kita lihat saja asbabul wurud-nya.. Gimana dulu ceritanya kenapa hadits ini muncul..

Dulu itu, ada seorang sahabat yang menyerbukkan tanaman kurma. Karena memang di Madinah itu, kalau ada Kurma berbuah, diserbukkan.

Nah, seperti yang kita ketahui, dalam ilmu Pertanian, bunga itu kan ada 3 jenisnya: ada bunga jantan, ada bunga betina, dan ada bunga banci (hermaprodit). Anehnya, dalam “dunia perbungaan” itu yang normal yang bunga banci, hehehe! Yang nggak normal itu, bunga jantan, atau bunga betina. Kalau ada benang sarinya, berarti jantan. Kalau ada putiknya, berarti betina. Jadi satu, namanya banci (hermaprodit).

Kebetulan kurma itu termasuk yang tidak normal. Ada yang jantan saja, ada yang betina saja. Makanya tradisi di Arab waktu itu, bunga-bunga yang jantan itu dipotong, terus diserbuk-serbukkan ke bunga betina.

Nah, ceritanya itu… kurang-lebih dengan pemabahasaan kita… Ketika itu, Rasulullah Saw lewat, ngelihat ada sahabat yang lagi nongkrong di dekat kurma, terus Rasulullah nanya, “Kamu lagi ngapain?” Jawabnya, “Saya sedang menyerbukkan kurma.” Kemudian Rasulullah ngasih nasehat, “Ooh nggak usah diserbukkan. Biarin aja, ntar berbuah sendiri..”.

Waah, ingat tuh yaa, yang ngomong itu Rasul. Sakti berarti, hehehe! Akhirnya bener si sang sahabat tadi nurut apa kata Rasulullah. Seluruh kebunnya nggak ada yang diserbukinnya.

Besok-besok, tibalah musim buah di Madinah. Ternyata, semua Kebun kurma di Madinah berbuah, kecuali kebunnya si sang sahabat tadi. Maka, heranlah dia, “Haduh gimana ini.. Padahal saya sudah melaksanakan nasehat Rasul..”

Akhirnya ia datangin Rasulullah, “Ya Rasulullah, kenapa ini kok Kebun kurma saya nggak ada yang berbuah.. kan saya sudah ikuti nasehat Engkau, nggak ada yang saya serbukin..” Terus apa jawab Rasul? Beliau jawab, “antum a’lamu bi amri dunyakum…” gitu. Hehehe! Yah itu, Kamu itu lebih tahu tentang urusan dunia Kamu. Yakni, urusan produksi.

Bagaimana cara memproduksi kurma sebaik-baiknya? Serahkan pada akal manusia.

Tapi ingat yaa, urusan teknis. Kalau urusan hukum dan kebijakan, tentu merujuk pada wahyu.

8. Wahyu Islam, tentang pentingnya pengaturan harta

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:لا يَزُولُ قَدْمَ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْألَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أفْنَاهُ، وَشَبَابِهِ فِيمَا أبْلاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أيْنَ كَسَبَهُ وَفِيمَا أنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ؟


“Kedua telapak kaki seorang anak Adam di hari kiamat masih belum beranjak di sisi Tuhannya sebelum ditanya mengenai lima perkara: tentang umurnya, apa yang telah dilakukannya? Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya? Tentang hartanya, dari mana dia memperolehnya? Dan untuk apa dibelanjakannya? Tentang ilmunya, apa yang dia kerjakan dengan ilmunya itu?”

[HR. Ahmad dan At-Tabrani]
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ


“….Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”

[QS. Al-Hasyr (24): 7]

Khitab ayat ini untuk penguasa. Dan memang faktanya supaya bisa mendistribusikan harta agar dapat dinikmati setiap orang, maka perlulah adanya peran negara. Perlulah Negara mengatur sistem ekonominya, terkait:

  • Kepemilikan (al-milkiyah), itu nanti ada sebab-sebab kepemilikan, dan ada jenis-jenis kepemilikan. Ada kepemilikan individu (milkiyah fardiyah), kepemilikan umum (milkiyah ‘amah), dan kepemilikan negara (milkiyah daulah).
  • Pemanfaatan kepemilikan (at-tasharruf fil-milkiyah), itu nanti ada penggunaan harta (infaqul mal), dan ada pengembangan harta (tanmiyatul mal).
  • Distribusi kekayaan (tauzi’i tsarwah baynan-naas), itu nanti ada distribusi secara ekonomis, dan ada distribusi secara non-ekonomis.’

Nah, setidaknya, begitulah 8 alasan mengapa sebenarnya masalah ekonomi itu adalah sistem distribusi di antara manusia dengan manusia lainnya terkait barang dan jasa. Bukan soal kelangkaan (scarcity).

Wallahua’lam bishshawab…

The post 8 Bukti Bahwa Sebenarnya Problem Utama Ekonomi Bukanlah Kelangkaan, Melainkan Sistem Distribusi appeared first on TeknikHidup.com.



from WordPress http://ift.tt/2lx0Bb2
via IFTTT




Posting Komentar

0 Komentar