Suatu hari Gubernur Mesir Amr bin Ash berencana membangun
sebuah Masjid Besar.
Di tanah yang akan ditempati, terdapat sebuah gubuk reyot milik
seorang Yahudi. Lalu dipanggil lah si Yahudi itu untuk diajak
diskusi agar gubuk tersebut dibeli dan dibayar dua kali lipat.
ねえ、あなた。 あなたの小さな家を買ってもいいですか? 二重に払いますよ。
Nē, anata. Anata no chīsanaka o katte mo īdesu ka? Nijū ni haraimasu yo.
---
Akan tetapi si Yahudi tersebut bersikeras tidak mau
pindah karena dia tidak punya tempat lain selain di situ.
A miru-sama gomen'nasai. Shikashi, Watashi wa kotowaru desu.
Karena sama-sama bersikeras, akhirnya turun perintah
dari Gubernur Amr bin Ash untuk tetap menggusur gubuk
tersebut.
わかった。 他に選択肢はありません。 おい、君たち、この小さな家をすぐに立ち退かせてくれ。
Wakatta. Hoka ni sentakushi wa arimasen. Oi, kimitachi, kono chīsana ie o sugu ni tachinoka sete kure.
---
KH Abdurrahman Arroisi dalam salah satu jilid bukunya
30 Kisah Teladan (1989) menjelaskan, si Yahudi merasa
diperlakukan tidak adil, menangis berurai air mata,
kemudian dia melapor kepada khalifah, karena di atas
gubernur masih ada yang lebih tinggi.
Dia berangkat dari Mesir ke Madinah untuk bertemu
dengan Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab.
---
Singkat cerita, akhirnya dia sampai dan bertemu dengan Khalifah Sayyidina
Umar bin Khattab. Sayiddina Umar bertanya, kamu dari mana dan apa
keperluanmu?
それで、ここで何が必要ですか?
Sore de, koko de nani ga hitsuyōdesu ka?
Yahudi itu cerita panjang lebar tentang kelakuan Gubernur
Amr bin Ash yang akan menggusur gubuk reotnya di Mesir sana.
ウマル陛下、私の家は立ち退きになりました。
Umaru heika, watashinoie wa tachinoki ni narimashita.
Setelah mendengar ceritanya panjang lebar, Sayyidina Umar menyuruh Yahudi
tersebut mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah di dekat situ.
Sou da. Naruhodo.
ところで、あそこに骨があるのが見えますか?
Tokorode, asoko ni hone ga aru no ga miemasu ka?
Hai Umaro-Heika.
ここに持ってきて。
Koko ni motte kite.
Hai, dōzo, Umaro-Heika.
Lalu diambil pedangnya kemudian digariskan tulang tersebut lurus dengan
ujung pedangnya, dan disuruhnya Yahudi itu untuk memberikannya kepada
Gubernur Amr bin Ash.
さあ、これをアムル・ビン・アッシュに渡してください
Sā, kore o amuru Binu asshu ni watashite kudasai
---
Makin bingung si Yahudi ini dan dia menuruti perintah Khalifah
Sayyidina Umar tersebut.
Wa.. wakarimashita, arigato Heika.
Sesampai di Mesir, Yahudi ini pun langsung menyampaikan
pesan Sayyidina Umar dengan memberikan sepotong tulang
tadi kepada Gubernur Amr bin Ash.
---
Begitu dikasih tulang, Amr bin Ash melihat ada garis
lurus dengan ujung pedang, gemetar dan badannya
keluar keringat dingin lalu dia langsung menyuruh
kepala proyek untuk membatalkan penggusuran
gubuk Yahudi tadi.
A: Ko.. Kore wa... Sonna… masaka… Taihen da!
A: Ne, kimitachi. Kaitai yamero! !
L: Doushite, amiru-sama?
この骨が見えませんか?
A: Kono hone ga miemasen ka?!
L: Shikashi....
A: Hayaku! Ima sugu da!
L: Haik wakarimashita Amiru-sama!
---
Amr bin Ash berkata pada Yahudi itu, ini nasehat pahit buat saya
dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab, seolah-olah beliau bilang
“Hai Amr bin Ash, jangan mentang-mentang lagi berkuasa, pada
suatu saat kamu akan jadi tulang-tulang seperti ini.”
“Maka mumpung kamu masih hidup dan berkuasa, berlaku lurus
dan adillah kamu seperti lurusnya garis di atas tulang ini. Lurus,
adil, jangan bengkok, sebab kalau kamu bengkok maka nanti aku
yang akan luruskan dengan pedangku.”
「アムル・ビン・アッシュよ、もう権力を握っているふりをしないでください、先生」
いつかあなたもこのように骨になるでしょう。」
「だから、あなたがまだ生きていて権力を持っている間は、正しく行動しなさい。
そしてあなたはこの骨の線がまっすぐであるのと同じです。 真っ直ぐ、
公平です、曲がらないでください、あなたが曲がっているなら、私もそうなるからです
誰が私の剣でそれを正すだろうか。」
`Amuru Bin asshu yo, mō kenryoku o nigitte iru furi o shinaide kudasai, sensei' itsuka anata mo ko no yō ni hone ni narudeshou.' `Dakara, anata ga mada ikite ite kenryoku o motte iru ma wa, tadashiku kōdō shi nasai. Soshite anata wa kono hone no sen ga massugudearu no to onajidesu. Massugu, kōheidesu, magaranaide kudasai, anata ga magatte irunara, watashi mo sō narukaradesu dare ga watashi no ken de sore o tadasudarou ka.'
---
Singkat cerita, setelah melihat keadilan yang dicontohkan Sayyidina
Umar tersebut, akhirnya Yahudi itu menghibahkan gubuknya tadi buat
kepentingan pembangunan masjid, dan dia pun masuk Islam oleh
karena keadilan dari Umar bin Khattab.
---
Ibrah/Pelajaran
1. Bahkan untuk membangun fasilitas umum seperti Masjid
saja, penguasa tidak boleh sewenang-wenang menggusur
penduduk, sekalipun diganti harganya 2x. Apalagi kalau itu
sekedar membangun untuk investasi, oleh asing lagi.
2. Keadilan ini berlaku juga bagi non-muslim.
3. Khalifah Umar tidak menunggu kasus ini menjadi objek
demo besar-besaran, jadi rusuh, lalu viral. Meski baru satu
orang yang komplen, Umar tidak berkilah dengan mengatakan
"Ah itu kan cuma soal komunikasi saja", lalu "Soal kayak gini
saja koq harus sampai ke Khalifah!".
4. Keadilan ini hanya bisa tegak, bila penguasanya adalah orang
yang bertaqwa, bukan orang yang tergadai hatinya oleh dunia.
5. Keadilan seperti ini baru bisa terwujud bila referensi hukum
yang dipakai negara adalah Kitabullah, bukan referensi yang
dapat diubah-ubah kapan saja oleh rakyat (atau yang mengaku
mewakilinya) seperti dalam sistem Demokrasi. Karena dalam
sistem Demokrasi, kapan saja bisa muncul UU yang sah,
sekalipun dengan UU itu bisa ada perampasan tanah rakyat
secara legal, seperti yang terjadi di daerah-daerah yang
sebenarnya berstatus tanah adat, yang tiba-tiba muncul
HGU/HGB untuk swastas dengan istilah konsesi, atau tanah
hak milik yang dibeli-paksa dengan alasan demi "kepentingan
umum". Wallahu a’lam.[]
Penulis: Prof. Dr. Fahmi Amhar
---
0 Komentar