8 Etika Jelek Saat Berdiskusi. Waspadailah, Sekarang Lagi Musim Nih, Apalagi di Social Media

Yang namanya diskusi dan debat itu merupakan hal yang biasa. Karena memang setiap kita memiliki infomasi yang berbeda-berbeda pada otak kita, baik informasi itu berupa penginderaan fakta maupun pemikiran untuk menilai fakta.

Maka, ada kalanya perbedaan tersebut perlu dibicarakan bersama. Sehingga, terjadilah yang namanya diskusi ataupun debat.

Namun sayangnya, tak jarang ada adab-adab buruk yang dilakukan seseorang saat berdiskusi, sehingga diskusinya menjadi tidak efektif, bahkan menjadi tak ada hasilnya.

Nah, apa saja contoh adab buruk tersebut? Berikut ini dia.

1. Bukannya fokus membantah argumentasi lawan, tapi malah mengungkit kejelekan individu lawannya di masa lalu yang notabene nggak nyambung

Pada dasarnya, setiap aktivitas yang kita lakukan itu berasal dari pemahaman kita. Pemahaman itu dibangun dari argumentasi. Sehingga, bila kita merasa janggal ataupun tidak setuju dengan perilaku seseorang, maka normalnya kita akan menanyakan argumentasinya kenapa ia melakukan hal itu.

Maka, merupakan hal yang biasa, saat seseorang menjelaskan argumentasinya, kemudian lawan bicaranya membantah bahwa argumentasinya itu lemah tidak layak diterima.

Begitu normalnya.

Nah, yang salah itu apabila seseorang yang argumentasinya sedang dibantah, namun bukannya dia membela argumentasinya dan membantah balik argumentasi lawannya; tapi malah mengalihkan pembicaraan lain tentang kejelekan-kejelekan lawan bicaranya.

Misalnya:

  • Kita mengatakan kepada seseorang agar tidak berpacaran. Karena pacaran itu hukumnya haram dalam Islam. Dalilnya ‘begini’, ‘begini’, dan ‘begini’. Namun, seseorang itu malah berkomentar, “Halah kamu sok ngomong-ngomong haram, kamu aja suka terlambat kalau janjian! Terlambat janjian itu apa nggak haram juga hukumnya?”
  • Kita menasehati seorang pejabat agar amanah kinerjanya. Kemudian pejabat itu malah mengatakan, “Emangnya kamu sendiri apa yang sudah kamu lakukan untuk bangsa ini? Jangan OMDO! Yaudah kamu aja yang gantiin aku sini bisa nggak?!”

Terlepas apakah kejelekan yang diungkit itu memang benar atau salah, tetap saja itu bukan adab yang baik dalam berdiskusi. Harusnya fokus di pembahasan apa yang sedang dibahas, jangan mengalihkan topik malah jadi menyerang personal, apalagi main ejek-ejekan.

2. Bukannya membantah argumentasi dengan argumentasi, tapi malah dibalas guyonan

Ada juga fenomena forum diskusi yang seharusnya argumen vs argumen, malah menjadi argumentasi vs guyonan.

Misalnya, kita mengatakan bahwa kita tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Lalu, kita menjelaskan alasan kita berserta hitung-hitungannya. Namun, lawan bicara kita malah mengatakan, “Siapa bilang harga BBM jadi naik? Dari dulu saya cek BBM di Playstore masih gratis aja tuh! :v Wwkwkwk…”.

Nah itu termasuk bukan adab diskusi yang baik. Padahal yang kita bahas BBM di situ adalah Bahan Bakar Minyak, tapi dia malas membahas BBM yang lain, yaitu aplikasi chatting BlackBerry Messenger.

Selain tidak beradab, perilaku tersebut bukanlah perilaku seorang aktivis sejati, apalagi kaum intelektual.

3. Bukannya mengomentari fakta, tapi mengomentari khayalan dan prasangka yang ia karang sendiri

Memang wajarnya pembahasan yang dibahas adalah fakta. Namun sayangnya, tak sedikit ada orang yang menciptakan khayalannya, kemudian ia berikan komentar atas hal itu. Dengan kata lain, tidak faktual.

Misalnya:

  • Dia menuduh kita bahwa kita ini suka mempermainkan wanita lain. Padahal, tidak ada faktanya kita mempermainkan wanita lain.
  • Dia memfitnah bahwa kita ini termasuk aliran sesat, karena naik haji ke Mesjid Istiqlal, bukannya ke Makkah Madinah. Padahal, kita ke Mesjid Istiqlal itu karena mau i’tikaf, bukan dalam rangka naik haji.

Tidak lain dan tidak bukan dia hanya menciptakan khayalannya sendiri, kemudian ia nisbatkan pada kita.

4. Asal-asal menggunakan sebuah istilah, padahal yang ia maksud itu berbeda dengan definisi yang sebenarnya

Salah satu kekeliruan yang banyak sekali dilakukan oleh orang-orang adalah, membahas suatu istilah tapi tidak berangkat dari definisi. Mereka berkata soal makar, radikalisme, terorisme, demokrasi, khawarij, bid’ah, syiah, dan sebagainya; tetapi cenderung tidak mau bertanggungjawab. Ketika diminta menjelaskan definisi terminologi dan epistemologi serta latar belakang dari istilah itu, mereka tidak bisa.

Maka dari itu, bila ingin membahas suatu istilah, berangkatlah dari definisi. Agar penggunannya tidak miss, sehingga pembahasannya jadi ngarol-ngidul.

5. Menggeneralisir fakta sedikit bagian pada keseluruhan bagian

Kadang generalisasi dilakukan untuk memaksakan kehendak, namun sayangnya kesimpulannya tidak faktual, sehingga menjadi fitnah.

Contohnya, ada pernyataan “Pesantren dan Rohis adalah tempat lahirnya teroris” hanya karena ada sebagian oknum pelaku kekerasan yang kebetulan lulusan Pesantren dan pernah aktif di Rohis. Padahal, hanya segelintir saja. Tidak semua, karena memang tidak ada hubungannya.

Bahayanya kalau generalisasi seperti itu dipakai, nanti bakal ada generalisasi yang lainnya juga:

  • “Itu koruptor-koruptor itu lulusan mana? Lulusan Perguruan Tinggi umum dan pernah aktif di BEM ya? Berarti Perguruan Tinggi umum dan BEM adalah sarang koruptor!”
  • “Itu pelaku tawuran-tawuran itu kok bisa begitu? Gara-gara pertandingan sepak bola ya? Berarti awal-mula tawuran itu berasal dari pertandingan sepak bola!”

6. Memotong pembicaraan lawan, terlebih lagi tanpa meminta maaf

Bukan termasuk etika yang baik jika seseorang memutuskan pembicaraan lawannya. Tidak boleh cepat-cepat berbicara sebelum lawan selesai berbicara.

Ibnu Wahab berkata, “Aku pernah mendengar Imam Malik berkata, ’Tidak ada kebaikan dalam jawaban sebelum dipahami masalahnya terlebih dulu.’”

7. Mendogma lawan bicara dengan pendapat seorang atau lembaga ahli pada suatu bidang, namun menutupi proses penggodokan pendapat itu

Salah satu bentuk memaksakan kehendak adalah memaksa lawan untuk mempercayai argumentasinya, dengan dasar perkataan seorang atau lembaga yang ahli pada suatu bidang tersebut. Namun, tidak menjelaskan detail pengolahan bagaimana akhirnya bisa muncul kesimpulan seperti itu. Sehingga, seolah lawannya terkena skak mat.

Misalnya, dia berkata:

  • “Ini sudah diuji di IPB dan ITB!” tetapi ia tidak dapat menjelaskan detail pengujiannya.
  • “Pakar Geospasial, si Pak Anu itu mendukung teori Bumi datar! Masak kamu nggak?” namun dia tidak memaparkan detailnya.
  • “Kiyai aku saja mengatakan itu halal hukumnya!” tetapi dia tidak menjelaskan bagaimana proses istinbath hukumnya berserta dalil-dalilnya.

Intinya, dia menutupi detail proses penggodokan bagaimana kesimpulan itu bisa lahir. Yang dia paparkan langsung kesimpulannya saja. Namun dia bungkus dengan kemasan pernyataan seseorang atau lembaga yang kebetulan ahli pada suatu bidang.

8. Menggunakan kekerasan fisik untuk melukai lawannya

Nah, ini etika yang paling parah. Karena sudah tidak mampu membalas argumentasi lawan, akhirnya dia menggunakan kekerasan fisik.

Misalnya, bisa jadi dia langsung menggunakan tangan dan kaki, atau menggunakan benda seperti pisau, balok, dan sebagainya untuk melukai lawannya. Atau, bisa juga dia membayar preman untuk memukul lawannya menggunakan balok. Sehingga, akhirnya lawannya terluka parah dan tangannya patah.

Nah, kurang-lebih, begitulah 8 etika jelek yang biasa terjadi pada forum diskusi. Dengan pemaparan ini, harapannya semoga adab-adab buruk seperti itu menjadi semakin terminimalisir di tengah-tengah masyarakat.

Oh iya, barangkali Anda punya pengalaman contoh etika jelek yang pernah dilakukan lawan diskusi Anda? Kalau ada, silahkan paparkan di kotak komentar ya.. 😀

The post 8 Etika Jelek Saat Berdiskusi. Waspadailah, Sekarang Lagi Musim Nih, Apalagi di Social Media appeared first on TeknikHidup.com.



from WordPress http://ift.tt/2j9r4LP
via IFTTT




Posting Komentar

0 Komentar