Bisa banget dong. 😉 Kalau pakai sistem ekonomi Islam, pakai syariah Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, ada banyak banget sumber pemasukan APBN:
- Harta rampasan perang (anfâl, ghanîmah, fai dan khumûs)
- Pungutan dari tanah kharaj
- Pungutan dari Non-Muslim (jizyah)
- Harta milik umum (tambang, laut, & sumber daya alam lainnya)
- Harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (‘usyr)
- Harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram;
- Zakat
- Dan lain-lain [1].
Tapi kali ini kita coba bahas yang bagian harta milik umum (milkiyyah ‘âmah) aja dulu dech, nggak usah yang lainnya.
Termasuk sumber daya alam yang ada di Negeri-Negeri Muslim, itu aja udah banyak banget.
Atau nggak usah bahas Negeri-Negeri Muslim lainnya dulu dech, kita coba bahas Indonesia aja dulu, itu udah banyak banget sebenarnya.
Nanti bakal ketahuan, itu aja udah cukup banget.
Dari penjelasan di atas, salah satu sumber terbesar dalam APBN Khilafah Islam adalah harta milik umum . Terkait harta milik umum ini Rasulullah ﷺ bersabda:
النَّاسُ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: الْمَاءِ، وَالْكَلَأِ، وَالنَّارِ
“Manusia berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api (energi).” (HR Abu Dawud)
Tapi kali ini kita coba bahas yang bagian harta milik umum (milkiyyah ‘âmah) aja dulu dech, nggak usah yang lainnya.
Termasuk sumber daya alam yang ada di Negeri-Negeri Muslim, itu aja udah banyak banget.
Atau nggak usah bahas Negeri-Negeri Muslim lainnya dulu dech, kita coba bahas Indonesia aja dulu, itu udah banyak banget sebenarnya.
Nanti bakal ketahuan, itu aja udah cukup banget.
Dari penjelasan di atas, salah satu sumber terbesar dalam APBN Khilafah Islam adalah harta milik umum. Terkait harta milik umum ini Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ“Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah ﷺ , dan meminta Beliau ﷺ agar memberikan tambang garam itu kepadanya. Rasul ﷺ pun memberikan tambang itu ke dia.
Dalam konteks Indonesia, harta milik umum itu jelas bisa banget ngasih penerimaan besar, jika Negara mau & bisa optimal ningkatin nilai tambah komoditas itu.
Contohnya, kayak minyak mentah bisa meningkat nilainya sampe lebih dari 10-25 kali lipat kalau diolah menjadi produk-produk industri petrokimia, kayak polyethylene yang menjadi bahan baku kemasan, botol, pipa dan kabel.
Ada juga bijih nikel (0,9-1,8%) seharga USD 30,5 per ton, kalau diolah menjadi High-Purity Nickel (99,9) seharga USD 24,293, bisa meningkatkan nilainya jadi 796 kali lipat. [5]
Menurut salah Seorang Ekonom Muslim, Pak Muhammad Ishak (2024), potensi pendapatan Negara dari kekayaan sumber daya alam negeri ini adalah sebagai berikut:
1. Minyak Mentah
Dengan produksi 223,5 juta barel, harga rata-rata USD 97 per barel, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 54,1%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 183 triliun.
2. Gas Alam
Dengan produksi 2,5 miliar MMBTU, harga rata-rata USD 6,4 per MMBTU, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 54,1%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 136 triliun.
3. Batubara
Dengan produksi 687 juta ton, harga rata- rata 345 per ton, dan nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 57,4% maka laba yang diperoleh yaitu sebesar Rp 2.002 triliun.
4. Emas
Dengan produksi 85 ton, harga rata-rata USD 63,5 juta per ton, nilai tukar Rp15.600/USD, serta gross profit margin 34,9%, maka laba yang diperoleh bisa sebesar Rp 29 triliun.
5. Tembaga
Dengan produksi 3,3 juta ton, harganya rata-rata USD 8.822 per ton, nilai tukar Rp15.600/USD, serta gross profit margin 34,9%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 159 triliun.
6. Nikel
Dengan produksi bijih nikel yang setara dengan 1,8 juta ton nikel, harga rata-rata USD 2.583 per ton, nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 26,6%, maka laba yang diperoleh sebesar Rp 189 triliun.
7. Hutan
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup (2022), luas hutan di Indonesia mencapai 120,26 juta hektar. Menurut perhitungan Prof. Dr. Ing. Amhar (2010) [6], dengan asumsi luas hutan 100 juta hektar serta untuk menjaga kelestariannya dengan siklus 20 tahun, maka cuman 5% dari tanaman yang dipanen setiap tahunnya.
Kalau dalam 1 hektar hutan, paling nggak ada 400 pohon, berarti cuman 20 pohon per hektar yang ditebang setiap tahunnya. Kalau nilai pasar kayu dari pohon berusia 20 tahun itu Rp 2 juta, terus keuntungan bersihnya Rp 1 juta, berarti nilai ekonomis dari hutan tersebut adalah 100 juta hektar x 20 pohon perhektar x Rp 1 juta perpohon = Rp 2.000 Triliun. Tapi, karena pertimbangin deforestasi dan illegal logging, Beliau perkirakan Rp 1.000 triliun bisa diperoleh setiap tahunnya.
8. Kelautan
Dengan luas wilayah Indonesia yang 75% merupakan laut, maka potensi ekonomi berbasis sektor kelautan (blue economy) sangat besar.
Beberapa sumber pendapatan kelautan dan perikanan yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti perikanan tangkap, budidaya, pengolahan hasil perikanan, bioteknologi kelautan, serta industri dan jasa maritim.
Potensi pendapatan juga diperoleh dari energi dan mineral, pariwisata bahari, transportasi laut, dan coastal forestry. Kepala Bappenas memperkirain nilai tambah ekonomi berbasis perairan atau ekonomi biru bakal mencapai US$ 30 triliun pada 2030. Menurut perhitungan Dahuri (2018) sumber-sumber itu bisa ngasilin pendapatan per tahun itu sebesar USD 1,33 triliun per tahun. Nilai itu setara dengan Rp 20.795 triliun dengan kurs 15.600/USD. Kalau 10% dari potensi itu bisa dikelola oleh Perusahaan Negara maka potensi penerimaannya mencapai Rp 2.079 triliun. Kalau diasumsikan harga pokok produksi mencapai 50%, maka laba dari sektor kelautan yang masuk ke APBN mencapai sekitar Rp. 1.040 triliun.
Nah, berdasarkan perhitungan atas beberapa sumber penerimaan APBN itu, maka potensi pendapatan dari delapan harta milik umum doang (batubara, minyak mentah, gas, emas, tembaga, nikel, Hutan, dan laut) bisa diperoleh laba sebesar Rp 5.510 triliun (melebihi kebutuhan APBN yang hanya sekitar Rp 3.000 triliun malah) lhooo.
Padahal masih ada 12 sumber pendapatan lain yang juga memiliki potensi penerimaan yang cukup besar. Jadinya Negara nggak perlu memungut pajak dari rakyat atau ngutang ke Luar Negeri. Syaratnya yaa satu: semua itu harus dikelola berdasarkan syariah Islam dong. [7]
Nah, maka kita mesti bener-bener balik pakai syariah Islam lagi di semua aspek kehidupan.
Allah udah jelasin, keberkahan pasti turun kalau kita ta'at. Termasuk salah satunya soal ekonomi, mengelola sumber daya alam itu full oleh Negara, bukan malah dikasih ke Swasta, apalagi Asing & Aseng.
Lihat aja gimana pelayanan masyarakat di masa Khilafah, soal pendidikan, kesehatan, dsb itu keren-keren kan. Nggak ada pakai PPN 12%, hehehe.
Cuman yaa balik ke kita lagi lah, kitanya mau apa nggak pakai sistem Islam?
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.
___
1. Syaikh Abdul Zallum, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah, hlm. 30
2. Syaikh Abdul Qadim Zallum, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah, hlm. 48-66
3. As-Sarkhasi, Al-Mabsûth, 3/355
4. Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/131
5. Shanghai Metal Market. https://price.metal.com/Nickel. 16 Juli 2023
6. www.fahmiamhar.com/2010/04/mencoba-meramu-apbn-syariah.html
7. Muis, Al-Waie, Edisi Maret 2024
0 Komentar