Islam Kok Bahas Politik?

Sumber gambar: https://alamisharia.co.id/kamus-keuangan-syariah/fungsi-baitul-mal/

Prolog: Islam kok bahas politik?

Kok Islam bahas politik sih? Sebenarnya gw justru bingung, kenapa tiba-tiba jadi Islam tidak bahas politik?

Karena memang secara empiris, realitanya memang ada aktivitas politik dalam ajaran Islam.

Silahkan dicek, baca berbagai ayat-ayat Al-Qur'an, hadits-hadits Rasul, termasuk sirah Nabawiyah, kemudian tarikh para sahabat, sampai ke kitab-kitab fiqih, pasti akan ketemu aktivitas-aktivitas politik.

Misalnya nih, mungkin udah pada banyak yang tahu, bahwa di dalam fiqih Islam itu, bagi orang yang mencuri, dia bisa dipotong tangannya kan. Pertanyaannya, yang mengeksekusi hukum tersebut siapa? Apakah individu? Atau ormas? Atau negara?

Yaa jelas negara. Nggak mungkin gw yang memotong tangan seorang pencuri, kalau misalnya berhasil gw tangkap pencurinya. Nggak mungkin juga ormas. Nggak mungkin juga Pengurus DKM Masjid gitu. Yaa mesti Negara.

Itu baru soal hukum pencurian. Tentunya masih banyak lagi hukum Islam lainnya. Pun sebetulnya potong tangan itu pembahasan nomor sekian sih, kadang yang jarang dibahas itu ada juga topik soal ekonomi Islam, pendidikan Islam, APBN Islam, sosial Islam, sistem jaminan kesehatan Islam, termasuk tadi sanksi Islam, dan lain-lain. 

Nah jadi normal-normal saja sebetulnya ketika misalnya kita baca berita, kemudian kita merespon berita tersebut dengan sudut pandang Islam. Karena memang ada ajaran Islam yang mengatur berbagai realita aktivitas kehidupan ini.  

Dan masih banyak lagi lah yaa bukti-bukti empiris lainnya, kalian bisa baca sirah Nabawiyah, pasca Rasul hijrah ke Madinah, di situ ada pembentukan pembahasan baitul maal yang notabene bagian dari APBN, ada pengadilan, ada militernya, ada pengurusan sumber daya alam, dan lain-lain. Yang kemudian itu dilakukan juga olah Khalifah setelah Rasul, dan kemudian dirumuskan di kitab-kitab fiqih. Itu sangat jelas. Bahkan beberapa hukum itu masuknya qath'i, pasti, bukan dzanni.

Misalnya ini ada salah satu kitab yang spesifik membahas ajaran Islam terkait politik. Ahkaamush Shultania karangan Imam Al-Mawardi. Ini termasuk kitab yang terkenal kok, buat temen-temen yang biasa familiar nggak asing dengan kitab-kitab mu'tabar biasanya pasti tahu kok kitab ini. Wong ini kitab terbitnya udah sekitar kurang-lebih 1000 tahun yang lalu.

Jadi jelas kan sejelas-jelasnya, bahwa Islam memang ada mengajarkan politik. Justru stereotip yang mengatakan Islam nggak usah berpolitik...  itu mah... dalam tanda petik 'pendapat baru' kemarin sore'. Dalam tanda petik yaa. 

Atau mungkin dia salah paham, dia dapat kesimpulan seperti itu sumbernya dari kasus di Eropa yang terpuruk karena menerapkan agama, dan kemudian bangkit karena meninggalkan agama. Nah dia nggak cermat, cek dulu itu agama apa. Bukan agama Islam kan. Salah server berarti. Kalau kita bicara Peradaban Islam justru selama sekitar 13 abad maju, coba bayangin luas negerinya 1/3 dunia. Justru mulai mundur yaa karena meninggalkan agama, termasuk meninggalkan ajaran agama terkait politik.

Definisi Politik dalam Islam

Nah kemudian terkait penggunaan kata "politik". Kalau dalam Islam itu "politik" itu lebih dikenal dengan istilah siyasah.

Kata siyasah itu Bahasa Arab, berasal dari akar kata sasa-yasusu-siyasatan, yang artinya me-ri'ayah, atau mengurusi, memelihara, mengatur, memerintah, atau melarang. 

Sebagaimana hadits Rasulullah:

 ﷺ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاء 

“Dahulu Bani Israil selalu diurus oleh para Nabi. Setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya. Sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi lagi, namun akan ada setelahku beberapa Khalifah...” (HR. Muslim)

Nabi di situ maksudnya Rasulullah Nabi Muhammad yaa. Setelah beliau wafat, tidak ada Nabi lagi, namun digantikan oleh para Khalifah seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan seterusnya. Bukan menggantikan kenabian dan kerasulan, tapi mengganti kepemimpinan, yang mengurus umat.

Apa saja yang diurus? Yaa hak-hak sebagai masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, fasilitas, dan lain-lain.

Maka dari sini bisa kita simpulkan, bahwa definisi politik dalam Islam itu adalah, ri'ayah syu'un il-ummah (mengurusi urusan umat).

Contoh aktivitas politik Rasulullah 

Contohnya, dibidang kesehatan, Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay. Ketika Rasulullah pernah mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir. Rasulullah lalu menjadikannya itu sebagai dokter umum bagi masyarakat.

Contoh lain lagi, soal kesehatan juga, Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam lalu jatuh sakit di Madinah. Kemudian Rasulullah selaku kepala negara meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baytul Mal di dekat Quba’, dan diperbolehkan minum air susunya sampai sembuh.

Contoh lain lagi, soal pendidikan, setelah Perang Badar, sebagian tawanan musush yang tidak sanggup menebus pembebasannya diharuskan mengajarkan baca tulis kepada sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya (Al-Mubarakfuri, 2005; Karim, 2001).

Contoh lain lagi, soal sumber daya alam, Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah, dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Rasulullah pun memberikan tambang itu kepadanya.  Ketika, Abyad bin Hamal pergi, ada seorang laki-laki di majelis itu berkata ke Rasul, “Ya Rasul, Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd)”. Kemudian akhirnya Rasulullah menarik kembali pemberian tambang garam itu darinya.

Karena untuk tambang yang depositnya besar, itu statusnya kepemilikan umum, tidak boleh dimiliki individu. Kalau kepemilikan umum, wajib dikelola oleh Negara, dan manfaatnya diberikan kepada masyarakat. Kecuali kalau tambang itu depositnya kecil, maka yaa nggak apa-apa boleh dimiliki individu.

Contoh lain lagi, Kalau Anda pernah baca Sirah Nabawiyah, pernah denger kisah perang badar, perang tabuk, perang khandak, yaa perang-perang itu termasuk aktivitas militer.

Dan lain-lain lah yaa, kalau gw terusin nanti kepanjangan videonya. 

Jadi jelas yaa, ada realita aktivitas politik yang dilakukan oleh Rasulullah saw selaku teladan kita, beserta para sahabat ra. Itu fakta, tak bisa dipungkiri, tak bisa dibantah. Jadi kalau ada yang mengatakan Islam mestinya nggak usah bahas politik, berarti dia bukan sedang membahas ajaran Islam apa adanya. Tapi dia sedang mengembangkan ajaran Islam yang versi baru, menurut dia, atau menurut orang lain yang dia kutip. Nggak tahu dari siapa. Mungkin dari orientalis, atau misionaris kali?

Atau penganut sekulerisme? Yaa kalau masih menganut sekulerisme, coba tonton 3 video gw yang ini, ini, dan ini. Di situ udah kita bahas panjang lebar kekeliruan paham sekulerisme.

Tapi tetep nggak enak telinga serasa risih denger kata "Politik" 

Barangkali sebagian orang masih ada yang punya barrier lain, yaitu, "Tapi kok masih nggak enak gitu yaa nyebut istilahnya kok 'politik' gitu, serasa aneh gitu di telinga.."

Yaa, kata "politik" itu kan sebenarnya terjemahan bahasa Indonesia, yang mendekati, dari kata bahasa arab siyasah tadi. Karena sebenarnya banyak kata-kata bahasa asing yang susah dicari terjemahan bahasa Indonesianya. Di bahasa Jawa & bahasa Sunda aja kadang orang agak kesulitan cari terjemahan bahasa Indonesianya.

Nah cuman yang paling mendekati dari kata "siyasah" itu, yaa "politik". Mungkin sama kasusnya kayak kata "sholat" diterjemahkan menjadi "sembahyang". "Shaum" diterjemahkan menjadi "Puasa". "Ad-Diin" diterjemahkan menjadi "agama". Setidaknya itulah yang paling mendekati, walaupun bisa jadi kurang tepat sih. 

Kayak misalnya kata "shaum" diterjemahkan menjadi "puasa", itu kalau mau dipersoalkan, bisa jadi ternyata kurang cocok juga lho. Karena makna puasa dalam bahasa Indonesia itu bisa aja mencakup aktivias hanya nggak makan tapi masih minum air putih. Jadi cuman nggak makan, tapi tetep minum air putih, itu bisa disebut puasa. Kayak yang sering direkomendasiin oleh dokter, binaragawan, tips-tips diet, itu kan sering mengajak untuk berpuasa, tapi konteksnya lebih ke puasa nggak makan, bukan puasa nggak minum air putih. Sementara makna shaum itu termasuk nggak minum air putih juga. Nah jadi kalau mau dipersoalkan penerjemaahan kata "shaum" menjadi "puasa", sebenarnya bisa-bisa aja. Cumaan yaa itu adi, terjemahan bahasa Indonesianya yang mendekati, yaitu, kata "puasa".

Sama kayak "sholat" jadi "sembahyang", "ad-diin" jadi "agama".

Nah begitu juga kata "siyasah" itu terjemahan bahasa Indonesianya yang paling mendekati yaa kata "politik", gitu.

Kalian bisa juga tanya aja coba ke kenalan kalian yang punya latar belakang ilmu bahasa, sebenarnya bisa kok dalam soal terjemah-menerjamahkan itu ada istilah tertentu yang nggak 100% sama deskripsinya & maknanya, tapi paling nggak diambil yang mendekati lah.

Tapi kalau ada yang mempolitisasi agama itu gimana?

Nah, terakhir... ini sebagai tambahan.. di sisi lain, tidak bisa dipungkiri memang ada oknum-oknum politisi tertentu yang menggunakan agama itu hanya sebagai dalih. Jadi dia bawa-bawa agama, menjadikan agama sebagai alat agar dia bisa berkuasa, kemudian memenuhi ambisi pribadi dan kelompok dia.

Itu memang ada juga. 

Tapi kita harus cermat juga membedakan antara, ada orang yang menggunakan agama sebagai batu lonctatan untuk mencapai kekuasaan, jadi kekuasaan adalah big goal-nya, agama cuman alat... Tapi di sisi lain ada yang justru menggunakan kekuasaan untuk menerapkan aturan agama. Jadi menerapkan aturan agama itu big goal-nya. Kekuasaan itu cuman alatnya aja.

Kalau boleh kita istilahkan, ada yang namanya "mempolitisasi agama", dan ada yang namanya "Islamisasi politik."

Kalau politisiasi agama, lihat aja ujungnya, ketika udah berkuasa, aturan agama dijalanin nggak? Cek APBNnya berbasis Islam nggak? Ada ribanya nggak? Ekonominya Islami nggak? Ada Baitul Maal nggak? Cek sistem pendidikannya, kurikulumnya masih membenarkan teori darwin nggak? Miras, prostitusi, LGBT, legal apa nggak? Kalau aturan Islam nggak jalan, berarti itu politisasi agama saja.

Nah sementara, kalau dia ketika berkuasa, kemudian dia terapkan syariah Islam, misalnya APBNnya berbasis Islam, Ekonominya Ekonomi Islam, dan lain-lain pakai Islam. Itu berarti termasuk Islamisasi Politik. Beneran dia beneran memang menggunakan kekuasaan itu hanya alat saja. Tujuannya menerapkan agama, bukan kekuasaan. Bahkan kasarnya, mendingan nggak usah berkuasa sama sekali daripada dikasih kekuasaan tapi nggak dibolehin pakai syariah.

Penutup

Kesimpulannyaa yaa Islam bahas politik itu normal. Biasa aja. Kalau kita mau bicara APA ADANYA aja, yaa memang begitu realita ajaran Islam. Kecuali kalau mau "ada apanya", bukan "apa adanya", yaa itu tentunya akan lain ceritanya.

Okey, begitulah kurang-lebih yaa, gitu aja untuk pembahasan video kali ini, semoga bermanfaat, sorry kalau gw ada salah-salah kata, dan insyaAllah kita ketemu lagi di video berikutnya. Yo'.





Posting Komentar

0 Komentar