Untuk apa kita hidup di dunia ini?
Tidak lain dan tidak bukan, tujuan hidup itu untuk beribadah pada Allah.
Dengan begitu, biasanya insyaAllah kita akan mendapatkan banyak kebaikan di dunia, dan tentunya di Akhirat.
Sebaliknya; bila kita membangkang —tak mau ta’at pada pada Allah—, maka sangat memungkinkan kita akan menjadi nista di dunia ini, dan tentunya di Akhirat akan diadzab.
َظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
(QS. Ar-Rum [30]: 41)
َ وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيراً * قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman: ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”
(QS. Thaha [20]: 124-126)
Maka dari itu, sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dipahami bahwa adapun pada hari ini berbagai masalah menimpa kita khususnya di Indonesia ini, tidak lain dan tidak bukan disebabkan karena kita bermaksiat. Ntah itu masalah kemiskinan, perpecahan, kegalauan, penjajahan, kerusakan, dan lainnya.
Sebenarnya, dengan modal keimanan saja, sudah cukup membuat kita untuk bertaqwa (yakni, menjalankan semua apa-apa yang diperintahkan Allah, dan menjauhi semua apa-apa yang dilarang Allah). Namun anehnya, faktanya umat muslim di dunia ini sudah cukup banyak setidaknya kalau kita bicara dalam konteks di Indonesia. Dengan kata lain, orang-orang yang beriman di Indonesia sudah banyak. Nah, anehnya, hanya saja, padahal sudah punya modal keimanan itu saja, namun kenapa tidak mampu totalitas (kaffah) bertaqwa?
Tidak lain dan tidak bukan, dikarenakan kebanyakan orang terjangkit dengan sebuah pemahaman sesat yang disebut dengan istilah “sekulerisme”.
Sekulerisme itu apa..??
Gampangnya, sekulerisme itu memisahkan pandangan agama dari urusan publik. Agama hanya boleh mengatur urusan private saja.
Misalnya, sebejat-bejatnya seseorang, normalnya dia nggak akan berani main judi di Mesjid, mabok-mabokan di Mesjid, dan pakai pakaian seksi di Mesjid. Kenapa? Karena dia takut pada Allah! Kalau macem-macem, bisa kena adzab loh! Makanya nggak mau pakai pakaian seksi, langsunglah ia pakai mukena untuk menutupi auratnya.
Tapi kalau sudah di luar Mesjid, dia lepaslah mukenanya dan kelihatanlah auratnya. Padahal Allah melarangnya buka aurat di tempat umum, baik itu saat di Mesjid maupun di luar Mesjid. Tapi kenapa dia membukanya? Karena yang dia pahami ta’at itu yah kalau di Mesjid aja. Kalau udah di luar Mesjid, maka dia bilang, “Please dech jangan bawa-bawa agama, emang ini Mesjid apa?!”
Inilah yang jadi masalah….
- Taqwa itu kalau di Mesjid aja, kalau di Kantor nggak usah taqwa.
- Kalau di Sekolah nggak usah taqwa.
- Kalau di Kampus nggak usah taqwa.
- Kalau di Pasar nggak usah taqwa.
Jadi jelas, penganut sekulerisme ini otomatis bisa disebut sebagai orang yang munafik. Bisa jadi dia suka menta’ati sebagian perintah Allah yang bersifat individual, tetapi dia tidak mau menta’ati sebagian perintah Allah yang bersifat publik interaksi muamalah antar manusia.
Mereka berkeyakinan:
- “Allah, Kau hanya mengatur gimana kami melakukan ritual.”
- “Tapi jangan Kau atur-atur kami kalau sedang bisnis!”
- “Jangan Kau atur-atur kami kalau sedang senang-senang!”
- “Jangan Kau atur-atur kami kalau sedang research!”
- “Jangan Kau atur-atur kami kalau sedang belajar!”
- “Jangan Kau atur-atur kami kalau sedang merumuskan hukum!”
- “Nggak ada itu halal-halalan haram-haraman! Apaan tuh! Nggak ada itu!”
- Jadi silahkan boleh bahas bagaimana do’a-do’a dan ritual-ritual
- Tapi jangan bahas bagaimana mengatur APBN menurut syariah Islam
- Jangan bahas bentuk perseroan yang halal dan yang haram. Ini mau bisnis! Bukan mau sholat! Jangan bawa-bawa agama!
- Jangan bahas hukum asuransi menurut Islam, hukum MLM menurut Islam, hukum bunga menurut Islam! Jangan bawa-bawa agama!
- Dan lain sebagainya…
Quotes favorite-nya:
- “Emang ini Mesjid apa? Ini bukan Mesjid!”
- “Jangan bawa-bawa agama!”
- Atau perkataan lainnya yang termutakhir tetapi maksudnya sama saja, jangan pakek agama, titik.
Istilah “sekulerisme” diperkenalkan pertama kali oleh filsuf George Jacob. Menurutnya, sekulerisme adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah, terlepas dari agama wahyu atau supernaturalisme.
Kalau yang lebih modern lagi, istilah “sekuler” pertama kali dipopulerkan oleh Zia Gokalp, yakni seorang sosiolog juga seorang politikus berhaluan nasionalis di Turki. Ia merupakan salah seorang yang amat berpengaruh pada runtuhnya khilafah utsmani. Ia mengatakan bahwa pentingnya pemisahan antara diyanet (masalah ibadah serta keyakinan) dan muamalah (hubungan sosial manusia).
Kalau pengertian sekularisme dalam pandangan ulama, misalnya Syaikh Sayid Qutub mendefinisikannya sebagai pembangunan struktur kehidupan tanpa dasar agama.
Sedangkan menurut ulama lainnya yang cukup concern seperti misalnya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam kitab dalam kitab Nizham Al-Islam mengungkapkan bahwa sekulerisme adalah sebuah akidah yang memisahkan agama dari kehidupan, namun pada hakekatnya pengakuan secara tidak langsung akan adanya agama hanya sekadar formalitas belaka. Karena, sekalipun mereka mengakui eksistensinya, tetapi pada dasarnya mereka menganggap bahwa kehidupan dunia ini tidak ada hubungannya dengan apa yang ada sebelum (penciptaan) dan sesudah kehidupan (akhirat) dunia. Anggapan ini muncul ketika dinyatakan adanya pemisahan agama dari kehidupan, dan bahwasanya agama hanya sekadar hubungan antara individu dengan Penciptanya saja.
Dari pemaparan di atas telah sangat jelas bahwa sesungguhnya sekulerisme adalah cara memandang kehidupan tanpa agama. “Kehidupan” di situ maksudnya dalam artian bukan sekadar perkembangan makhluk hidup dari kecil menjadi besar, melainkan dalam artian setiap makhluk hidup bener-bener dikatakan “hidup” bila ada interaksi di antara mereka. Dan tentu “kehidupan yang hidup” seperti itu memerlukan sebuah aturan. Sedangkan aturan itu bisa berasal dari wahyu, atau sekadar nafsu.
Maka, bila kita sudah hanya mengikuti hawa nafsu semata, tidak mau memutuskan semua perkara berdasarkan wahyu; pastilah akan terjadi berbagai macam masalah menimpa kita.
Tidak bisa kita katakan, “Mohon bersabar, ini ujian.” Tapi lebih tepatnya, “Harus tobat, ini adzab.”.
The post Apa Masalah Terbesar Pada Umat Muslim Sekarang Ini? Catatlah, Yaitu: “Sekulerisme” appeared first on TeknikHidup.com.
from WordPress http://ift.tt/2tp63Te
via IFTTT
0 Komentar